Tangsel – Udah tiga tahun nih sejak Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) disahkan. Dan finally, ada kabar baik dari meja hijau! Aparat penegak hukum, terutama para jaksa, udah mulai berani banget pake UU TPKS dalam dakwaan mereka! Ini fix jadi angin segar buat para korban.


LBH Keadilan Ungkap Fakta Mengejutkan!


Kabar baik ini datang dari penelitian kece yang digarap LBH Keadilan dengan judul "Implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pasca Tiga Tahun Penerapan".


Penelitian ini ngulik 11 putusan pengadilan, dan hasilnya? 8 putusan udah menerapkan UU TPKS! Yang lebih mantap, hakim yang ngadili juga nganggukin dakwaan jaksa dan mutusin terdakwa bersalah berdasarkan UU TPKS. Walaupun, ada tiga putusan lain yang masih ngeyel dan belum pake UU TPKS.



Meski udah ada kemajuan yang bikin sumringah, penerapan UU TPKS ini bukan tanpa hambatan. Tiga putusan yang belum pakai UU TPKS tadi jadi bukti kalau tantangannya masih serius.


Contohnya, di kasus pemerkosaan korban disabilitas mental (Putusan No. 874/Pid.B/2022/PN.Sda). Jaksa Penuntut Umum (JPU) masih pake Pasal 286 KUHP. Ini bikin hak-hak korban enggak sepenuhnya terlindungi sesuai sama semangat UU TPKS yang seharusnya.


Hal serupa juga keliatan di kasus kekerasan seksual berbasis elektronik atau KSBE (Putusan No. 169/Pid.Sus/2023/PN.Tng) dan perekaman konten asusila secara paksa (Putusan No. 71/Pid.Sus/2023/PN.Pdl). Dua kasus ini masih pake UU ITE sebagai dasar hukum. Padahal, kalo pake UU TPKS, korban bisa dapet perlindungan yang lebih komprehensif. Harusnya, JPU itu bisa mengaitkan atau me-Juncto-kan UU ITE dengan UU TPKS! Biar makin nampol!


Tapi, eits, ada banyak sinyal positif yang patut diacungi jempol! Di kasus pemerkosaan (Perkara No. 18/Pid.B/2023/PN Ffk), dakwaan eksploitasi seksual yang pake Pasal 12 UU TPKS udah tepat banget! Ini nunjukkin kalau pemahaman dan penerapan undang-undang ini udah makin maju.


Bahkan,PutusanNo.148/Pid.Sus/2023/PN.Smn terkait eksploitasi seksual ngebuktiin kalau UU TPKS bisa diterapkan kalo JPU berani ndakwain sesuai undang-undang ini, dan dakwaan itu diterima sama hakim. Puncaknya? Putusan kasasi No. 7346 K/PID.SUS/2024 buat kasus kekerasan seksual non-fisik. Putusan ini jadi preseden penting karena UU TPKS langsung diterapkan di tingkat kasasi, bahkan ngabulin hak korban atas restitusi! Penelitian yang dikoordinir Halimah Humayrah Tuanaya ini nyatet putusan kasasi itu sebagai langkah maju dalam pemenuhan hak-hak korban. Gokil!


UU TPKS juga udah terbukti mampu ngejangkau berbagai bentuk kekerasan seksual dan pelaku. Putusan PN Mataram (I Wayan Agus Suartama) yang melibatkan pelecehan seksual oleh penyandang disabilitas jadi "uji coba" penting dalam penerapan UU TPKS buat pelaku disabilitas dengan banyak korban. Di kasus ini, dakwaan JPU yang pake UU TPKS juga diterima oleh hakim. Salut!


Di kasus kekerasan seksual fisik terhadap anak (No. 296/Pid.Sus/2023/PN Yyk), hakim nganggep UU TPKS lebih tepat dibanding KUHP buat jenis pelecehan fisik tertentu, dan ini sejalan dengan dakwaan JPU. Contoh sukses lain: kasus perbuatan cabul oleh guru ngaji (No. 138/Pid.Sus/2023/PN.Pdl), yang nunjukkin sinergi apik antara JPU dan hakim dalam menerapkan UU TPKS secara langsung, dengan putusan yang nguatin dakwaan.


Selain itu, Putusan No. 2820/Pid.Sus/2022/PN Mdn tentang pemaksaan persetubuhan terhadap anak secara eksplisit menerapkan UU TPKS dengan hukuman yang substansial, nunjukkin kekuatan UU ini dalam ngasih efek jera dan didukung sama putusan hakim. Terakhir, Putusan No. 47/Pid.Sus/2023/PN Gst yang pake Pasal 6 huruf c UU TPKS buat kekerasan seksual berlanjut, ngebuktiin cakupan UU ini terhadap pola kejahatan yang kompleks dan diterima oleh pengadilan.


Delapan putusan ini nunjukkin kalau UU TPKS udah mulai jadi "senjata" utama buat JPU, dan yang enggak kalah penting, dakwaan itu diamini sama majelis hakim lewat putusannya. Meski masih ada inkonsistensi, terutama karena kebiasaan pake KUHP atau undang-undang lain, tren positif penerapan UU TPKS yang lebih menyeluruh terus meningkat, apalagi dengan adanya preseden penting di tingkat kasasi dan makin banyaknya jaksa serta hakim yang berani pake undang-undang ini secara langsung. Ini, tentu saja, ngasih harapan besar buat perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban kekerasan seksual di masa depan! Semoga konsisten terus ya!


Selain soal putusan, implementasi UU TPKS ini masih terkendala pada aspek yang lebih luas.


Perkembangan regulasi turunan, khususnya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Dana Bantuan Korban, ngalamin keterlambatan! Padahal, RPP ini penting banget buat pemulihan korban. 


Tanpa regulasi yang lengkap, semangat UU TPKS buat pemulihan komprehensif bakal sulit terwujud sepenuhnya. Duh, jangan sampe mangkrak ya!


Halimah, yang juga Dosen Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak Fakultas Hukum Universitas Pamulang itu, dalam penelitiannya merekomendasiin agar pemerintah segera ngambil langkah konkret buat percepatan pengesahan RPP tentang Dana Bantuan Korban dan RPP tentang Pencegahan serta Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Korban TPKS. Kedua RPP ini udah lewat batas waktu amanat undang-undang dan keberadaannya penting banget buat ngoperasiin penuh UU TPKS.


Selain itu, penelitian ini juga merekomendasiin penunjukan badan pengelola yang jelas buat Dana Bantuan Korban (DBK), dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diusulkan sebagai pengelola. 


Finalisasi mekanisme sumber pendanaan dan alokasi DBK juga jadi kunci. Enggak kalah penting, pemerintah harus memprioritaskan program pelatihan intensif dan berkelanjutan buat seluruh Aparat Penegak Hukum (APH) – mulai dari polisi, kejaksaan, dan hakim – soal UU TPKS. Ini termasuk konsep-konsep baru, hukum acara khusus, dan prinsip berperspektif korban. Biar makin paham dan gak salah langkah!


Aparat Penegak Hukum juga diharapkan mengoptimalkan penggunaan UU TPKS dalam surat dakwaan dan tuntutan. 


Ini termasuk penggunaan pendekatan juncto, yaitu nghubungin UU TPKS dengan tindak pidana di undang-undang lain kayak KUHP atau UU ITE, demi ngejamin hak-hak korban terpenuhi secara penuh. 


Hakim yang ngadili juga diharapkan menerapkan UU TPKS secara konsisten dalam putusan, terutama soal pemenuhan hak-hak korban dan perintah restitusi, sekalipun dakwaan JPU belum sepenuhnya menerapkan tuntutan restitusi. *Aman*


Buat kalian yang punya bisnis atau event seru dan mau diiklankan di media online kami, langsung aja gass ke nomor: 021 - 74638437 atau bisa langsung nge-WA ke https://wa.me/622174638437

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama